Biografi d’Masiv
BICARA skill, band Jakarta bernama
d'Masiv ini sebenarnya sudah khatam. Mereka termasuk band festival di Jakarta
yang memilih progresif rock sebagai pijakan bermusik. Semua personilnya
--dulu-- kerap pamer skill individu untuk menarik perhatian penonton.
"Memang, dulu kita ikut sering festival yang biasanya rock
progresif," kata Rian, vokalis, ketika ngobrol dengan beberapa waktu lalu.
Personil lainnya, seperti Kiki [gitar],
Rama [gitar], Ray [bass] dan Wahyu [drum], termasuk musisi yang awalnya juga
kerap mengumbar skill. "Dulu kita memang terpengaruh band-band keras dan
mengandalkan skill, seperti Dream Theatre. Jadi bawaannya mau main skill
saja," aku Rian jujur. Malah ketika mereka merilis album perdana berjudul
Menuju Nirwana lewat jalur indie, nyaris semua lagunya bermain di area
progresif. "Album itu memang kita garap waktu kita masih SMA dan tanpa
music director. Jadi memang kencang terus," kenang Rian soal album yang rilis
tahun 2004 silam.
Seiring waktu, DMasiv ternyata menyadari
ada kelemahan dari apa yang mereka tonjolkan waktu itu. "Orang tidak bisa
menikmati musik kita," tambah Rian. Lama-lama mereka memilih berkiprah di
pop-rock dengan lirik dan lagu-lagu yang lebih bisa didengar dengan enak.
"Bukan berubah, tapi proses pendewasaan musikalitas kita juga,"
tambah Rian.
Pilihan band yang terbentuk tahun 2003
ini pun berujung sukses. Mereka terpilih sebagai juara pada helatan salah satu
ajang musik nasional. Sebagai kampiun, DMasiv memang punya skill dan
performance yang apik. Secara fashion juga tampaknya sudah dipersiapkan dengan
matang.
Sebagai juara, mereka berhak atas album
utuh dan tur selama setahun bareng sponsor. Diawali dengan album kompilasi yang
juga menjagokan single mereka. "Ya kita sih berharap lagu-lagu yang kita
buat ini bisa diterima dengan lebih baik," tegas Rian lagi
Konsep perubahan menjadi imej yang
hendak digelontorkan oleh lima sosok bersahaja yang tergabung dalam band
d’Masiv yang terbentuk tahun 2003 ini.
D’Masiv kenyang dengan urusan skill.
Mereka termasuk band festival di Jakarta yang memilih progresif rock sebagai
pijakan bermusik. Semua personilnya --dulu-- kerap pamer skill individu untuk
menarik perhatian penonton. Dalam perjalanan D’Masiv menyad...ari ada kelemahan
dari apa yang mereka tonjolkan waktu itu. Pilihan band yang terbentuk tahun
2003 ini pun berujung sukses. Mereka terpilih sebagai juara pada salah satu
ajang musik nasional . A Mild Live Wanted 2007. D’Masiv memang punya skill dan
performance yang apik. Secara fashion juga tampaknya sudah dipersiapkan dengan
matang. Sebagai juara, mereka berhak atas album utuh dan tur selama setahun
bareng sponsor. Diawali dengan album kompilasi yang juga menjagokan single
mereka.
Bagi d’Masiv berbagai tingkatan
peristiwa telah membawa nasib terang mereka pada sebuah titik perubahan yang
akhirnya membawa mereka menyandang predikat berkelas, sebagai juara perdana A
Mild Live Wanted 2007. Selain mengubah nama Massive menjadi d’Masiv yang pula
mengubah segala imej fashion yang melekat dalam diri mereka, predikat juara
menghantarkan band asal Jakarta ini berhak untuk mendapatkan sebuah kontrak
ekslusif full album lewat label lokal bersinar di tanah air, Musica Studio's.
Album baru berisi materi-materi paling
segar dan dinamis dari mereka berhasil digodok secara saksama dan intensif
dengan Noey sebagai produser utama. Tangan dingin Noey yang dibantu oleh Capung
yang sebelumnya terbukti nyata berhasil memperkaya ragam eksplorasi musikal
produksi album Peterpan, Nidji, dan Letto diharapkan akan membawa hasil yang
sama untuk finishing album d’Masiv yang bertajuk Perubahan (2008). Perubahan
dari segala dinamika dan konsep membuat judul albumnya terasa penuh makna.
Nama d’Masiv sendiri bukan nama asing,
sebelumnya mereka ikut memeriahkan single perdana "Negeriku" bersama
8 finalis yang masuk dalam A Mild Live Wanted 2007 dan kemudian juga melempar
single "Tak Bisa Hidup Tanpamu" serta "Il Fil (manusia Tak
Berharga)" yang banyak diminati banyak penikmat musik tanah air.
Bagi vokalis Rian, Gitaris Kiki dan
Rama, Bassis Rai serta Drummer Why di album perdana full mereka dibawah bendera
Musica Studio's ini mereka mempercayakan pada single megah bartajuk "Cinta
Ini Membunuhku". Akselerasi yang dibangun oleh duet gitar Kiki dan Rama
berhasil dipadukan dengan bagusnya oleh permainan bass Rai serta ketukan
pondasi yang mengalun dari Why. Semua itu ditambah oleh vokal Rian yang menyita
perhatian, dimulai dari tarikan vokalnya dengan lirik yang cukup berani, "Kau
membuatku berantakan…kau membuatku tak karuan…kau membuat ku tak berdaya…kau
menolakku acuhkan diriku…" Kata "Berantakan" dipilih untuk
menggambarkan kondisi hati yang tak karuan saat dilanda asmara tak terbalas
menjadi pilihan diksi yang baru untuk wilayah penulisan musik pop di tanah air.
Makin mengukuhkan posisi d’Masiv jika
kita menyimak secara seksama lagu "Merindukanmu." Komposisi yang
ditatah sedemikan rupa membuat alur konstruksi kemasan nada yang teranyam indah
bagai sebentuk permadani penyejuk hati ini dipastikan akan menjadi anthem
terbaru bagi mereka yang dilanda hentakan asmara yang menggelora. Vokal magis
Rian berhasil mengukuhkan cita dan cipta yang maksimal di lagu ini.
Gitaris Rama dan Kiki berhasil membuat
lead guitar yang indah menawan serta bangun konstruksi yang dipatenkan bassis
Rai serta drummer Why dalam setiap komposisi lagu menghantarkan cita rasa dan
tataran konsep musikal d’Masiv terarah dengan baik dan aman. Simak bagaimana
padu padan itu tergambar jelas dalam komposisi "Cinta Sampai Di Sini"
yang berhasil menuntun lagu ini menjadi sebuah mars pop cinta termutakhir.
Tak hanya mengemas lagu-lagu yang
bernuansa pop ballads, d’Masiv pula piawai dalam membuat dentum musikal pop
rock yang enerjik dan menghentak dinamis. Itu tersirat jelas dalam "Diam
Tanpa Kata" yang membuktikan kedigdayaan mereka dalam bermain musik dengan
skill yang memikat. Jika sebelumnya komposisi "Il Fil (Manusia Tak
Berharga)" menjadi pembuktian akan keahlian mereka dalam menguasai
instrumen masing-masing, maka lagu "Diam Tanpa Kata" makin
mengukuhkan posisi d’Masiv sebagai band yang tak hanya cerdas membuahkan hasil
berupa lagu pop ballads.
Segala konsep perubahan dan bekal dari
lagu-lagu yang membius kalbu telah menjadi modal signifikan bagi d’Masiv untuk
turut meramaikan habitat musik pop di tanah air yang makin tumbuh berkembang
dengan muka-muka baru. Kehadiran d’Masiv diharapkan membawa perubahan pada
sebuah musik yang lahir dari sebuah festival. Bahwasanya juara sebuah festival
bisa ikut bersaing dan bersanding dengan band sejenis dengan lagu dan album
bagus dan berkualitas. Bagi d’Masiv album Perubahan ini menjadi segunung bukti,
bahwa mereka mampu dan siap untuk berubah menjadi band bersinar di kemudian
hari.
Saat band lain berlomba mencoba menikmati
geliat ringback tone yang sedang booming, d’Masiv di tahun 2009 memberi
penawaran yang berbeda. Sosok 5 orang yaitu Rian Ekky Pradipta (vokal), Dwikky
Aditya Marsall (gitar), Nurul Damar Ramadhan (gitar), Rayyi Kurniawan Iskandar
Dinata (bass), dan Wahyu Piaji (drum) ini berusaha membuat orang mendengarkan
kualitas rekaman terbaik dalam format CD. Mencoba membuat orang tetap
menghargai keseluruhan lagu yang mereka ciptakan dalam harmoni. Kali ini yang
mereka tawarkan adalah sebuah Special Edition yang akan memuaskan penikmat
musik dalam bentuk audio dan visual. Special Edition ini berisi dua buah lagu
yang akan dikemas dalam format audio cd, video klip dan versi karaoke. Jadi
yang beli album ini selain terpuaskan indera pendengaran dan penglihatannya, akan
bisa juga melatih kemampuan vokal mereka. Dua lagu yang ada di album ini adalah
”Jangan Menyerah” dan ”Mohon Ampun Aku”.
Dua lagu dalam mini album ini memang
punya isi ketuhanan yang dalam. Walaupun dua lagu ini bukanlah diciptakan dalam
rangka menyambut bulan ramadhan. ”Jangan Menyerah” dan ”Mohon Ampun Aku” murni
tercipta disaat d’Masiv memang sedang berbicara dengan hati. Berdebat dengan
keadaan yang mereka rasakan, dan melihat yang terjadi di depan mata sendiri.
Komposisi ”Jangan Menyerah”, yang sudah
lebih dulu akrab di telinga kita, adalah sebuah lagu yang terinspirasi dari
anak-anak penderita Kanker. Lagu yang tercipta hanya 5 menit sepulangnya Rian
dari menghibur anak-anak penderita Kanker dalam acara amal bersama Yayasan
Dharmais. Tanpa mereka berlima sadari, ternyata lagu ini bukan hanya
menginspirasi para penderitakanker untuk tetap tegar menghadapi cobaan. Tapi
lagu ini juga memberi semangat kepada semua orang untuk berbuat lebih baik.
Termasuk mereka berlima yang beberapa waktu lalu dihujani berbagai tuduhan soal
karya musik mereka. Dan juga cobaan – cobaan besar dalam karir bermusik mereka.
Mohon Ampun Aku, lagu ini diakui Rian
sudah tercipta beberapa tahun yang lalu. Saat mereka sedang berada dalam
kekalutan. Merasa penuh dengan kesalahan dan dosa. Begitu dalamnya lagu ini
membuat Rian menitikan air mata sewaktu proses rekaman. Malah bukan hanya
sekali, tapi dua kali. Karena lagu ini memang selalu membuatnya teringat pada
saat dia benar-benar berbicara dengan sang pencipta.
Sekali lagi perlu diingat, album ini
bukanlah album religi. Lagu-lagu mereka memang penuh dengan doa. Tapi lagu-lagu
mereka jua merupakan cerita dan penyemangat hidup sehari-hari.
Tak berpuas diri dengan mencetak rekor
penjualan digital total sekitar 7,5 juta kali unduh lewat dua rilisan
sebelumnya – Perubahan (2008) dan Special Edition (mini-album, 2009) – d’Masiv
bersiap melepas Perjalanan, album teranyar di penghujung tahun ini. Bukan tanpa
alasan jebolan ajang kompetisi band A Mild Live Wanted 2007 ini, meniteli album
tersebut, Perjalanan. “Seluruh materinya kami buat di sela-sela tur, atau di
perjalanan. Sehingga kata ‘perjalanan’ memang paling pas buat menggambarkan
album ini,” tutur Rian, vokalis, yang menyiptakan hampir seluruh materi di
album ini.
Biar begitu, Rian dan kawan-kawan sama
sekali tak merasa terbebani selama menjalani proses produksi album ini. Bahkan
jika dibanding album debut, yang prosesnya disebut Rian bak “dikejar-kejar
setan”, Perjalanan sepenuhnya dikerjakan dalam suasana rileks, in-control. “Kami
semua punya cukup waktu untuk merevisi apa yang kami dengar dan rasa kurang.
Kami pun punya keleluasaan untuk membuat lagu seperti yang kami inginkan,”
terang Rian lagi. Hal itu, tambah Rian, tak terjadi di album perdana. Mengejar
deadline, kebanyakan materi yang ada di album terdahulu tercipta dengan metode
jamming di studio. Tanpa kemudian didengar secara lebih detail terlebih dahulu,
materi yang sudah disetujui oleh label – Musica Studio’s – langsung diusung ke
dapur rekaman.
Hasilnya, “Setelah dirilis ada saja yang
menuduh kami sengaja menjiplak band ini atau itu. Padahal, itu tidak benar.
Ketika jamming, apapun bisa terjadi. Termasuk munculnya nada-nada yang
terdengar mirip dengan lagu lain…,” ujar Rian. “Ya. Ketika jamming, kami tak
bisa mengontrol sepenuhnya apa yang kami mainkan. Jadi mungkin saja kalau
kemudian muncul melodi atau bagian yang mirip dengan lagu lain. Karena yang
kami mainkan kan memang yang muncul di benak. Dan ketika kami pernah mendengar
satu lagu, otomatis itu juga jadi sesuatu yang menempel di benak. Bisa muncul
sewaktu-waktu tanpa kami sengaja…,” tambah Kiki, sang gitaris.
“Pas workshop, kami berusaha nggak
dengerin yang lain-lain. Cuma ngejam di studio, pas bikin aransemennya. Kalau
album pertama, masih sempet lah, pengennya sound-nya kayak gini,” kata Rian.
“Sekarang kami lebih bisa mau ngapa-ngapain. Kami bikin sendiri patokannya,
misalnya referensinya, pengen suasana lagunya kayak gini. Kami lebih ngelupain,
dihilangin dulu yang lain-lain,” kata gitaris Kiki.
“Ya tujuan utamanya, kami pengen
menhindari tuduhan miring. Kami bukan mau buktiin sih, tapi pengen nunjukkin
ternyata d’Masiv kreatif. Kami juga nggak bisa memprediksi apakah ada orang
yang bakal bilang mirip lagi atau nggak. Kalau kami bilang sih, hebat banget.
Gue nggak pernah denger lagunya, tapi bisa disama-samain. Berarti mereka
dengerin lagu d’Masiv,” tambah gitaris Rama.
Berbekal pengalaman itulah, kini Rian,
Kiki dan yang lain lebih berhati-hati. Setiap bagian lagu yang mereka buat
didengar lagi berulang-ulang sebelum akhirnya diputuskan untuk dipakai. “Kalau
ada keraguan, mirip lagu ini-itu, segera kami rubah atau bahkan buang
sekalian!” sergah Rian.
Bisa jadi lantaran itu juga, biarpun
masih mengandalkan dasar pop dengan balutan rock, lagu-lagu yang tersaji di
album ini cenderung lebih variatif dibanding album sebelumnya. Tak melulu
berkutat dengan power ballad yang manis, d’Masiv coba bereksperimen dengan
genre lain. Sebut saja groove dansa yang cukup terasa di ”Semakin”. Atau aroma
bluesy yang mencuat di ”Apa Salahku” serta ”Menanti Keajaiban”. Sementara genre
yang akhirnya menjadi trademark d’Masiv tetap tak tertinggal adalah pop rock.
Singel ”Rindu 1/2 Mati” bisa jadi contoh
paling nyata. Tak berusaha keras untuk menjadi berbeda, singel ini polos
mengusung segala apa yang selama ini jadi kekuatan d’Masiv. Melodi manis yang
membalut barisan lirik sederhana namun mengena, disampaikan dengan gaya Rian
yang – suka atau tidak – sangat pas untuk lagu macam ini.
Banyak lagu lain yang betebaran di album
berisi total 14 lagu – 12 lagu baru plus 2 singel dari mini-album
SpecialEdition lalu.
Sebagai band yang juga besar di
panggung, d’Masiv tak jadi terlena dengan buaian “racun” ballad. Beberapa trek
di album ini juga di-set sebagai “pembakar” panggung. Lengkap dengan part-part
di mana para personil leluasa berbagi gimmick dan berimprovisasi dengan
penonton.
Kompoaisi ”Ungkapkan Saja” bisa jadi
contoh menarik tentang kepiawaian band ini bermain dengan progresi kord
sehingga sebuah lagu jadi terdengar anthemic tanpa harus terkesan ngotot.
Sangat pas dimainkan sebagai penggugah massa di atas panggung. Begitupun
”Menyegarkan” yang beat-nya sejak awal mengajak kaki mengentak.
“Secara garis besar, kami cukup puas
dengan apa yang sudah kami kerjakan di album ini. Kami sama sekali tak terbeban
saat membuat album ini. Tak seperti cerita-cerita band lain yang konon banyak
merasakan tekanan ketika masuk ke album kedua. Proses kami (seperti) mengalir
begitu saja…,” kata Rian.
d’Masiv menceritakan soal sampul album
kedua mereka yang nuansanya sama dengan sampul album pertama: gambar para
personel d’Masiv [selain Rian, ada gitaris Rama dan Kiki, bassis Rai, dan
drummer Why], tanpa kepala dan anggota badan, hanya baju mereka yang terlihat.
Bagi Rian, secara filosofis, gambar seperti itu bermakna mendalam: mereka ingin
orang mendengarkan musiknya tanpa memandang siapa musisinya. Tapi, kata Rian,
di album kedua yang diberi judul Perjalanan itu, ada yang istimewa. Mereka
mengajak Massivers untuk ikut difoto di sampul album. Bahkan, di antara
kerumunan itu, ada Masiv Haters—sebutan untuk pembenci d’Masiv.
“Soalnya bagaimanapun, mereka salah satu
yang membuat kami jadi lebih baik,” kata drummer Why. “Apa yang kami buat,
saking perhatiannya mereka selalu update dengan apa yang kami kerjain. Benci
untuk mencinta,” tambah Rian.
Perubahan telah mengantar d’Masiv ke
sebuah Perjalanan. Sampai di mana ujung perjalanan itu? Tak ada yang tahu. Bisa
jadi lurus namun singkat saja, bukan tak mungkin panjang tapi berliku dan penuh
batu. Apapun, rasanya tak ada salahnya jika kita ikut menikmati perjalanan
sebuah band bernama d’Masiv ini.
0 komentar:
Posting Komentar